Kortikosteroid - Mekanisme Kerja, Efek Samping Kortikosteroid

klinikabar.com, Kortikosteroid - Kortikosteroid berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, asam nukleat, cairan dan elektrolit, serta tulang dan kalsium. Kortikosteroid diperlukan untuk mempertahankan berbagai fungsi fisiologis seperti tekanan dan volume darah, fungsi otot, gula darah, dan glikogen hepar, kortikosteroid meningkatkan degradasi dan menurunkan sintesa protein di banyak jaringan. Selain itu kortikosteroid menurunkan transpor glukosa ke dalam sel dan meningkatkan pemakaian glukosa perifer.


Kortikosteroid - Efek, Mekanisme Kerja, Efek Samping Kortikosteroid


Gambar Kortikosteroid - Efek, Mekanisme Kerja, Efek Samping Kortikosteroid


Efek lain dari kortikosteroid adalah anti inflamasi dan imunosupresan. Kortikosteroid bekerja sekaligus pada berbagai kaskade dalam proses inflamasi, yaitu produksi, pengerahan, dan aktivasi dari fungsi efektor. Terhadap produksi dan fungsi imunoglobulin terutama IgG, IgA, dan IgE, kortikosteroid memiliki efek supresi yang terjadi maksimal 2-4 minggu pasca pemberiannya dan kembali setelah kortikosteroid dihentikan. produksi dan pelesan histamin pada basofil dan sel mask juga dihambat oleh korstikoroid.

Hormon ini juga bekerja pada banyak tahap inflamasi dengan efek akhir mengurangi gejala, tanda-tanda lokal dan kerusakan oleh inflamasi. Produk nitrit oksida dihambat sehingga dengan menurunnya senyawa ini akan mengurangi edema dan eritema pada sendi dengan inflamasi.

Terhadap leukosit, kortikosteroid mampu mengubah lintas sel tersebut dalam sirkulasi. pada suntikan kortikosteroid sekali secara intravena, jumlah neutrofil mendadak meningkat sedangkan sel-sel lainnya seperti limfosit, monosit, eosinofil dan basofil justru menurun. penurunan limfosit disebabkan redistribusi sel ke jaringan limfoid dan sumsum tulang.

Kortikosteroid menurunkan jumlah sel dalam sirkulasi, menurunkan migrasinya ke jaringan inflamasi, dan mengurangi respon sel terhadap berbagai sitokin. Efek lain kortikosteroid adalah menghambat proliferasi dan aktivitas limfosit, agregasi trombosit, serta metabolisme asam arakidonat fibroblas dan endotel vascular.

Mekanisme Kerja Kortikosteroid

Setelah diabsorpsi, kortikosteroid melintasi membran sel sasaran, diikat reseptor spesifik di dalam sitoplasma dan membentuk kompleks kortikosteroid-reseptor. Kompleks ini ditranslokasikan ke nukleus untuk diikat GCRE (glucocorticoid respon element) spesifik dalam kromatik. kejadian ini menimbulkan transkripsi DNA yang selanjutnya membentuk protein baru.

Reseptor kortikosteroid ditemukan pada berbagai jenis sel seperti limfosit, monosit, makrofag, osteoblas, sel hati, otot, lemak dan fibroblas. hal ini menerangkan mengapa kortikosteroid memberikan efek biologis terhadap begitu banyak sel.

5 Efek Samping Kortikosteroid

  1. Kortikosteroid dapat menimbulkan berbagai efek samping kompleks sehingga banyak dokter takut memberikan kortikosteroid yang lama dan menetap : meningkatkan gangguan emosi, gangguan penyembuhan luka, resiko infeksi meningkat, hiperurikaria, katabolisme protein meningkat.
  2. Pada pemberian dosis tinggi yang kumulatif : osteoporosis, katarak kapsul posterior, atrofi kulit, gangguan pertumbuhan (anak), aterosklerosis.
  3. Eksaserbasi karena terapi dengan kortikosteroid (tergantung dosis) : hipertensi, intoleransi glukosa, tukak lambung, akne vulgaris.
  4. Kadang-kadang tergantung dosis : nekrosis avaskular, miopati. perlemakan hati.
  5. Jarang terlihat, tidak terduga : psikosis, pankreatitis, lipomatosis, glukoma, pseudotumor cerebri, alergi kortikosteroid.

3 Prinsip Umum Penggunaan Kortikosteroid

1. Pada pemberian kortikosteroid sistemik perlu diperhatikan beberapa fase pengobatan, yaitu induksi, konsolidasi, tapering off, dan dosis perawatan.

2. Pada fase induksi, untuk menghentikan inflamasi diberikan dosis awal 1 mg per kg/hari, terbagi 3 kali sehari. bila terjadi perbaikan disebut sebagai fase konsolidasi, dosis dapat dijadikan dosis tunggal pagi hari.

3. Bila perbaikan menetap atau gejala menghilang, dosis selanjutnya dikurangi (tapering off), bila mungkin dihentikan. Beberapa dokter tidak melakukan tapering off, tetapi menghentikan dengan mendadak dapat menimbulkan kembali inflamasi sehingga dosis harus dimulai lagi seperti semula. Pemakaian kurang dari seminggu tidak perlu tapering off.

Untuk pemakaian kurang dari sebulan, dosis perlu diturunkan lebih perlahan, misalnya 2,5 mg setiap 2-3 minggu. bila sudah mencapai 7 mg, penurunan lebih kecil lagi, misalnya 1 mg setiap 2-3 minggu.

Pada beberapa kondisi, kortikosteroid tidak mungkin dihentikan karena akan menimbulkan kekambuhan, maka disarankan untuk memberikan dosis perawatan, yaitu dosis sekecil mungkin yang efektif, satu kali setiap pagi.

Zat-Zat Tersendiri :

1. Kortikotropin

Hormon ini diperoleh dari hipofisis babi dan merupakan polipeptida dengan 39 asam amino. karena terurai oleh enzim proteolitik maka obat ini hanya digunakan dalam bentuk injeksi.

Penggunaan Kortikotropin
Pada zaman dahulu kortikotropin digunakan pada terapi non spesifik sebagai pengganti prednison (asma, dll) karena kurangnya risiko osteoporosis dan atrofi otot, tetapi karena efek sampingnya juga berat sekarang hanya digunakan untuk menentukan fungsi cortex adrenal, misalnya bila diduga adanya penyakit addison.

Dosis Pemberian Kortikotropin : sebagai diagnostik sc 4 x 10 UI.

2. Desoksikorton

Mineralokortikoid alamiah ini sudah dibuat secara sintetik pada tahun 1937, terutama digunakan pada insufisiensi adrenal seperti pada penyakit addison yang memiliki tanda : hilang tenaga, letih, otot-otot lemah, umumnya digunakan bersama hidrokortison.

Penggunaan Desoksikorton
Penggunaan desoksikorton bisa sublingual atau parenteral, karena peroral bioavailabilitasnya rendah akibat resorpsinya kurang baik.

Dosis : 
Sublingual : 4-10 mg sehari
Im : 25 mg setiap 2-3 minggu

3. Hidrokortison

Khasiat hidrokortison terutama pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, serta sangat ringan terhadap metabolisme mineral dan air. resorpsinya di usus kurang baik, maka digunakan sebagai injeksi (im dan intra articular) juga secara lokal (salep atau krim)

Penggunaan Hidrokortison
Penggunaan hidrokortison secara lokal banyak dipakai dalam krim (1-2% asetat), juga dalam tetes mata (1%).

Dosis :
Im / iv : 100 - 300 mg larutan
Rektal : 2x sehari 25 mg (pada wasir).

4. Prednisolon

Zat sintetik ini 5 kali lebih kuat dari kortisol dengan efek mineralokortikoid yang lebih ringan. berhubung sifat-sifat tersebut, maka prednisolon dan prednison dianggap sebagai glukokortikoid pilihan pertama untuk terapi sistematik.

Dosis :
Oral : 5-60 mg sehari pagi hari, diturunkan 5-10 mg setiap hari
Im atau iv : 25 - 75 mg sehari.

Turunan Prednisolon
  • Prednisone
  • Methylprednisolone
  • Budesonida

5. Medrison

Derivat kortikosteroid ini memiliki efek glukokortikoid yang sama dengan kortisol. khususnya digunakan pada tetes mata 1% , pada radang selaput lendir dan selaput bening.

Fluormetolon adalah derivat-fluor dengan daya antiradang 30 kali lebih kuat, juga jarang sekali menimbulkan peningkatan tekanan intra okuler, khusus digunakan pada tetes mata 0,1%.

6. Golongan Flukortikoida

Turunan prednisolon ini memiliki daya glukokortikoid 6-7 kali lebih kuat dari prednisolon, sedangkan daya mineralokortikoid nya lenyap sama sekali.

Penggunaan Flukortikoida
Lokal : banyak digunakan dalam salep, karena lebih manjur dari hidrokortison.

Golongan Flukortikoida
  1. Betametason
  2. Desoksimetason
  3. Dexametason
  4. Fluocortolon
  5. Fluosinolon
  6. Parametason
  7. Triamsinolon

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel