Situs Gunung Gentong Peninggalan Tradisi Budaya Megalitik Di Kawasan Gunung Subang, Kuningan - Jawa Barat

klinikabar.com, Peninggalan Tradisi Budaya Megalitik Di Kawasan Gunung Subang, Kuningan, Jawa Barat - Peninggalan megalitik merupakan salah satu dari sisa peninggalan kebudayaan masa lalu yang termasuk dalam periode prasejarah, yang diperkirakan muncul dan berkembang sejak mulai meluasnya kepandaian bercocok tanam. Dalam dunia arkeologi peninggalan berupa tradisi budaya megalitik adalah sangat penting, karena dari peninggalan ini didapatkan kesimpulan atau penafsiran tentang berbagai informasi yang berkaitan dengan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya.

Situs Gunung Gentong Di Kuningan, Jawa Barat


Gambar Situs Gunung Gentong Peninggalan Tradisi Budaya Megalitik Di Kawasan Gunung Subang, Kuningan  - Jawa Barat


Terkait dengan hal tersebut diantaranya adalah pendapat yang menyatakan bahwa tradisi pendirian bangunan-bangunan megalitik selalu berdasarkan atas kepercayaan adanya pengaruh kuat dari yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Jasa dari kerabat yang telah mati diabadikan dengan mendirikan bangunan batu besar. bangunan ini kemudian menjadi media penghormatan, tempat singgah dan sekaligus menjadi lambang dari orang yang mati tersebut.

Pendapat serupa juga dikemukakan bahwa maksud utama pendirian bangunan megalitik tidak lepas dari latar belakang pemujaan nenek moyang dan pengharapan bagi yang masih hidup serta kesempurnaan bagi yang telah mati. Tenaga-tenaga gaib yang telah mati diharapkan muncul melalui bangunan-bangunan batu yang mereka dirikan. Melalui batu-batu inilah roh nenek moyang diharapkan dapat memberikan kekuatan serta kesejahteraan hidup bagi anak cucunya, kesuburan tanaman, peternakan yang baik, dan keselamatan dalam mencari nilai-nilai hidup yang baru.

Budaya Megalitik Di Situs Gunung Gentong

Pengertian akan budaya megalitik yang sebelumnya selalu mengacu pada bangunan besar ternyata tidak demikian. tampaknya yang menjadi patokan bukan hanya bentuk fisik, akan tetapi juga mengacu kepada ide, konsep, atau gagasan yang mendasari pembuatan atau pendirian bangunan megalitik itu sendiri. Seperti pendapat yang diungkapkan oleh F.A. Wagner (1962) dalam bukunya yang berjudul "Indonesia, The Art of an Island Group" yang menyatakan bahwa megalitik selalu diartikan sebagai batu besar di beberapa tempat akan membawa konsep dan pengertian yang keliru, karena hasil dari pengamatan di beberapa situs megalitik juga ditemukan bangunan yang terbuat dari batu berukuran kecil.

Dari sinilah Wagner berpendapat bahwa batu kecil pun harus dimasukkan dalam kelompok budaya megalitik, dengan catatan batu tersebut dimanfaatkan untuk tujuan sakral, khususnya sebagai media pemujaan arwah nenek moyang. Penempatan situs-situs megalitik di dalam bentang alam, berdasarkan konsepsinya selalu mengacu pada tempat-tempat yang tinggi, akan tetapi pada kenyataan terlihat bahwa peninggalan tersebut ditemukan tersebar hampir di semua bentuk bentang lahan daratan yang erat kaitannya dengan kegiatan bercocok tanam baik dalam bentuk pertanian basah (sawah) atau bentuk pertanian kering (ladang atau huma).

Dalam hal ini, peninggalan budaya megalitik itu tidak hanya ditemukan di dataran tinggi, tetapi juga ditemukan di dataran rendah. Berkaitan dengan hal ini, salah satu kawasan yang cukup menarik untuk dijadikan sebagai bahan kajian tentang hal ini adalah kawasan Gunung Subang, Kecamatan Legokherang, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. sebagian besar kawasan itu merupakan dataran bergelombang dengan ketinggian antara 600 hingga 1210 meter diatas permukaan laut.

Penelitian arkeologi di daerah ini selama ini belum pernah dilakukan. penelitian di Kabupaten Kuningan selama ini baru dilakukan di sepanjang kawasan lereng timur laut Gunung Ciremai. Para peneliti dan institusi yang pernah mengadakan penelitian di daerah itu diantaranya adalah : F.C Wilsen (1885), van der Hoop (1935), Lembaga Purbakala (1968, 1970 sampai dengan 1972), Pusat Penelitian Arkenas (1981), dan Direktorat P2SP Pada tahun 1984.

Dari hasil penelitian dan pendataan tersebut, telah terinventarisir beberapa daerah yang memiliki peninggalan, seperti daerah Cipari, Susukan, Sagarahyang, Cigadung, Cangkuang, Winduherang, Cibuntu, Ragawacana, dan Darmaloka. Peninggalan yang umumnya ditemukan antara lain berbentuk menhir, kubur peti batu, dolmen,batu dakon, bangunan berundak, meja matu, arca megalitik dan punden berundak, beliung persegi, dan manik-manik.

Situs Megalitik Di Kawasan Gunung Subang

Gunung Subang dengan ketinggian puncak 1210 meter diatas permukaan laut, merupakan puncak tertinggi dari kawasan perbukitan yang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Legokherang. Dari ketinggian 600 meter diatas permukaan laut sisi sebelah utara Gunung tersebut berbentuk agak landai hingga perkampungan penduduk Legokherang, sedangkan di atas dari ketinggian tersebut agak vertikal, beberapa dari sisi dinding utara gunung tersebut dapat dikatakan terjal, karena untuk menjangkaunya harus dilakukan dengan cara memanjat.

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan yang dilakukan di bagian kaki Gunung Subang sebelah utara hingga ke bagian puncak, berhasil diamati beberapa situs yang memiliki peninggalan bercorak tradisi budaya megalitik. diantaranya adalah situs Gunung Gentong. Situs Gunung Gentong, juga masih merupakan bagian dari kawasan kelerengan dari kaki Gunung Subang, situs tersebut berada pada ketinggian 679 cm dari permukaan laut. Berdasarkan pengamatan terhadap struktur peninggalan yang ada, secara keseluruhan terlihat bahwa situs tersebut merupakan sebuah bangunan berundak, di sisi sebelah barat terdapat aliran sungai kecil yang disebut oleh masyarakat setempat dengan sebutan Cikekembangan.

Untuk menuju bagian tertinggi dari situs Gunung Gentong dari aliran sungai tersebut, terdapat tangga batu yang terbuat dari susunan batu andesit. Sebagian besar anak tangga tersebut sudah rusak atau sudah hilang. Bagian yang tersisa hanya tinggal sekitar 5 m, yaitu pada bagian yang terdekat dengan halaman teras bangunan berundak tersebut. Pada bagian kiri dan kanan tangga tersebut masih terdapat beberapa batu berdiri yang juga terbuat dari bahan andesit, dengan tinggi antara 60 sampai 90 cm.

Halaman teratas dari situs Gunung Gentong, berukuran sekitar 9 m x 11m, halaman ini berbentuk agak rata, dan terbagi atas dua bagian yaitu utara dan selatan, dibatasi oleh susunan batu andesit. di halaman sebelah utara terdapat susunan batu datar yang terletak mengitari sebuah batu pipih yang didirikan tegak, dengan bagian atas bertakik.

Walaupun batu tersebut pipih, akan tetapi kesan yang tergambar dari batu tersebut adalah bentuk Phallus. oleh masyarakat setempat susunan batu tersebut sebelum dilakukan penelitian dipercaya sebagai sebuah kuburan, akan tetapi mereka tidak mengetahui tokok siapa yang dikuburkan di lokasi tersebut. Untuk membuktikan hal tersebut, kemudian dilakukan penggalian dengan membuka sebuah lubang uji (LU). Pada halaman atas sebelah selatan, terdapat dua buah tempayan dengan ukuran berbeda satu dengan lainnya, dan sebuah batu lumpang yang terbuat dari bahan batu andesit. tempayan pertama memiliki ukuran tinggi 47 cm, sedangkan tempayan ke dua berukuran agak kecil dengan ukuran tinggi 43 cm.

Penutup

Dari informasi masyarakat sekitar dapat diketahui bahwa, sebelumnya selain kedua tempayan tersebut, dilokasi tersebut juga terdapat sebuah tempayan keramik berwarna putih. Batu lumpang yang ditemukan di teras ini memiliki bentuk yang hampir sama dengan batu lumpang di situs Kabuyutan. Lumpang tersebut juga terbuat dari bahan andesit dengan bagian kulit batu dipangkas habis sehingga menghasilkan batu lumpang berbentuk silindris. Batu lumpang tersebut memiliki ukuran tinggi 42 cm, diameterlobang 37 cm, dan kedalaman lobang 33 cm.

Baca Juga Aspek Budaya Arkeologis Di Situs Pasir Lulumpang Garut

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel